Social Icons

Pages

Jumat, 03 November 2017

REAKSI SUBSTITUSI AROMATIK KEDUA DAN KETIGA SERTA KAITANNYA DENGAN PERSAMAAN HAMMETT



Senyawa aromatik sangat stabil karena memiliki ikatan phi yang terkonjugasi oleh karena itu untuk menghindari hilangnya energi kestabilan yang dimiliki pada senyawa aromatik  maka senyawa aromatik lebih cenderung untuk menjalani reaksi substitusi. Cincin aromatik yang mengandung kerapatan elektron yang tinggi sehingga dapat bereaksi dengan spesies yang kekurangan elektron (elektrofil), dan reaksi substitusi yang terjadi padanya disebut reaksi substitusi elektrofilik.
Mekanisme pada Substitusi benzena dengan pereaksi elektrofil (E+) terjadi dalam dua tahap:
1. pereaksi mengadisi ke satu atom karbon inti benzena menghasilkan karbokation dalam mana muatan positif terdelokalisasi pada tiga atom karbon.

Pada tahapan ini energi stabilitas (energi resonansi) pada cincin aromatik telah hilang karena perusakan sistem phi aromatik yang disebabkan oleh adisi elektrofili pada suatu karbon cincin dan reaksi biasanya lambat oleh karena itu  dibutuhkan elektrofil kuat dan penggunaan katalis.


2. proton tereliminasi dari spesies teradisi
Pada tahapan ini energi resonansi aromatik tercapai kembali dengan melepaskan satu proton. Energi aktivasi pada tahapan ini lebih rendah karena pulihnya sistem aromatik.


Subtitusi Elektrofilik  Pada Benzen tersubtitusi (Subtitusi Elektrofilik Kedua)
Subtituen yang sudah ada pada cincin aromatik menentukan posisi yang diambil oleh subtituen yang baru pada substitusi kedua maupun ketiganya.

Pengaruh yang diberikan bergantung kepada beberapa faktor, yaitu:
   a.    Akseptor Induksi. Efek ini diperlihatkan oleh subtituen yang mengandung atom yang memiliki keelektronegatifan lebih besar dari atom H yang terhubung pada cincin benzen.
Contoh: -OCH3, -NH2, -Cl, -NO2
   b.    Efek  Resonansi.
Aseptor resonansi.  Konjugasi antara orbital p digambarkan melalui struktur resonansi dengan muatan positif pada cincin benzen.
Contoh: -COR, -NO2, -SO3H
Donor Resonansi. Konjugasi antara orbital-p digambarkan melalui struktur resonansi dengan muatan negatif pada cincin benzen.
Contoh: -OCH3, -NH2, -Cl, -phenyl
   c.    Efek Hiperkonjugasi
Donor Hiperkonjugasi. Konjugasi yang melibatkan orbital-s digambarkan melalui struktur resonansi non klasik (mengijinkan pemutusan ikatan-s) dengan muatan negatif pada cincin benzen .
Contoh: -CH3, -Alkyl
Akseptor Hiperkonjugasi. Konjugasi yang melibatkan orbital sigma, digambarkan melalui struktur resonasni non kalsik (mengijinkan pemutusan ikatan-s) dengan muatan positif pada cincin benzen.
Examples: -CF3

Berdasarkan posisi substituen kedua:

       1. Seluruh donor elektron akan mengarahkan subtituen yang datang pada posisi orto dan para (dengan terdapat beberapa pengecualian).

Contoh: -CH3, -NR2, -OR, -Cl, -Br, -CH=CH2
mekanisme reaksi serangan orto dan para



Brominasi Fenol

Pada serangan orto atau para, salah satu penyumbang pada ion benzenonium intermediet menempatkan muatan positif pada karbon pembawa hidroksil. Pergeseran pasangan elektron bebas dari oksigen ke karbon positif menyebabkan muatan positif terdelokalisasi lebih jauh yaitu oksigen. Sedangkan pada serangan meta tidak diperoleh hasil ini.
2. Akseptor elektron akan mengarahkan subtituen pada posisi meta.  
Contoh: -NO2, -NH3+, -COR, -CF3
mekanisme reaksi serangan meta



Nitrasi pada Nitrobenzena
 

Pada posisi orto atau para memiliki dua muatan positif yang bersebelahan terjadi tolak menolak (susunan yang tak diinginkan) sedangkan meta tidak ada intermediet yang seperti ini sehingga serangan meta lebih disukai.
Subtitusi Elektrofilik  Pada Benzen tersubtitusi (Subtitusi Elektrofilik Ketiga)
Salah satu sifat elektrofil dapat mengadisi ke posisi yang sudah tersubstitusi, proses ini dikenal sebagai reaksi-ipso. Karbokation yang terbentuk dapat bereaksi dengan berbagai reaksi salah satunya adalah melalui perginya substituen sebagai kation atau yang ekuivalen dengannya, sebagai contoh:


Pada reaksi tersebut substituen Br menggantikan substituen COOH pada posisi orto dan para sedangkan pada posisi meta kurang disukai.

Berdasarkan persamaan Hammet pada posisi para dan meta dapat berlaku persamaan hammet tetapi pada posisi orto tidak, hal ini dikarenakan adanya halangan sterik yang kuat pada posisi tersebut  seperti yang dijelaskan pada mekanisme berikut:





Forum Diskusi:
   1.    Bagaimana efek pengaktif dan pendeaktif dapat meberikan efek pada gugus pengarah orto,meta maupun para?
   2.    Pada contoh substitusi ketiga (penjelasan diatas) mengapa posisi meta tidak disukai?
   3.    Bagaimana penjelasan (kestabilan, efek pengaktivasi dan posisi substituen) reaksi subsitusi pada nitrasi toluena  berikut?


DAFTAR PUSTAKA
   Fessenden, R.J dan J.S Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1 Edisi ketiga.
            Jakarta : Erlangga.
   Firdaus. 2014. Kimia Organik Sintesis Bagian 2. Makasar: Unhas-press
   Hart, H., L. E. Craine dan D. J. Hart. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates